Cerita Dibalik Sosok Putri Mandalika Hingga Adanya Event Bau Nyale Di Lombok
Narasimedia.net || Bau Byale selalu menjadi helatan adat yang kerap ditunggu-tunggu masyarakat Suku Sasak Lombok tiap tahunnya, tak hanya warga local, antusias juga datang dari pelancong-peancong asing yang penasaran dengan Event Bau Nyale.
Secara harfiah, Bau Nyale memiliki arti “menangkap cacing laut”, Even Bau Nyale di Lombok adalah sebuah festival budaya yang diselenggarakan setiap tahunnya oleh masyarakat Suku Sasak di desa Sengkol, Lombok. Festival ini biasanya diadakan pada bulan ke-10 dalam penanggalan Kalender Rowot Sasak.
Nyale, bukan sekedar kumpulan cacing laut warna-warni, Mereka diyakini masyarakat Lombok sebagai perwujudan dari Putri Mandalika. Even ini kerap diadakan sebagai pengingat oleh masyarakat sasak terhadap putri mereka yang dalam ceritanya rela mengorbankan diri demi menjaga perdamaian di bumi Sasak.
Sosok sang putri menjadi acuan sikap arif dan bijaksana di dalam sosok seorang pemimpin menurut kacamata masyarakat sasak.
CERITA DIBALIK LEGENDA PUTRI MANDALIKA
Pada zaman dahulu, di pesisir selatan Pulau Lombok terdapat sebuah kerajaan bernama Tonjeng Beru yang dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana bernama Raden Panji Kusuma dan istrinya Dewi Seranting. Mereka memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama putri Mandalika.
Selain dikenal memiliki paras cantik dan ayu, Putri Mandalika juga mewarisi sifat-sifat kedua orang tuanya yang baik dan sangat mencintai rakyatnya. Hal itulah yang membuat banyak pangeran dari berbagai penjuru negeri di bumi Sasak berdatangan untuk meminang sang putri.
Saking banyaknya pangeran yang ingin mempersuntingnya sebagai permaisuri membuat Putri Mandalika bimbang dan memutuskan untuk mencari petunjuk di Bukit Seger. Konon, disanalah sang putri menemukan sebuah jawaban. Beberapa hari setelahnya, dia meminta para pangeran tersebut untuk menemuinya di Bukit Seger pada tanggal 20 bulan 10.
Tanggal dan bulan yang dimaksud bukanlah sesuai dengan penanggalan pada kalender Masehi, melainkan berdasarkan perhitungan Kalender Rowot Sasak. Dimana tanggal 20 bulan 10 yang dimaksud mengacu kepada bulan rowah atau sya’ban sedangkan tanggalnya disesuaikan dengan hasil pembacaan situasi alam.
Ketika hari yang telah ditentukan tiba, Putri Mandalika berdandan sangat cantik dan mengenakan pakaian sutra warna warni yang sangat indah. Semua pangeran dan masyarakat yang melihatnya semakin terpukau. Lalu perlahan sang putri berjalan menuju puncak tebing dan menyatakan penerimaannya terhadap semua pangeran yang hadir. Tetapi kemudian putri Mandalika melompat dari atas tebing tersebut, lalu hilang dalam dekapan ombak.
Semua pangeran serta masyarakat dan bahkan kedua orang tuanya sangat kaget dan panik. Mereka semua bergerak menyisir pantai untuk mencarinya, namun sang putri tak kunjung ditemukan. Sebaliknya, dari lokasi jatuhnya sang putri muncul gumpalan cacing laut (nyale) dengan aneka warna di sepanjang garis pantai selatan Lombok yang membentang dari Sekotong hingga Sekaroh. Semua keluarga kerajaan, masyarakat dan para pangeran yang hadir meyakini kalau cacing cacing tersebut adalah jelmaan sang putri. Sejak saat itulah Putri Mandalika juga dikenal oleh masyarakat sebagai Putri Nyale hingga sekarang.
Pengorbanan Putri Mandalika bagi masyarakat Lombok tetap dikenang dengan diadakannya Festival Bau Nyale setiap tahun yang pada tahun ini akan diadakan pada tanggal 29 Februari – 1 Maret di Pantai Seger, Mandalika.
Pewarta : Adit R. Alfath