EKONOMI DAN BISNISTERKINI

Minat Tani Milenial & Gen Z Indonesia Menurun, Lahan Pertanian Kian Menyempit, Harga Pangan Makin Memprihatinkan

Narasimedia.net ||Jumlah petani di Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir, Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), fase penurunan terjadi ketika generasi tani yang lahir tahun 1950-an mulai tidak teregenerasi dengan baik secara kuantitas, dimana generasi 80-an dan 90-an yang kini seharusnya mensubsitusi telah telah terjadi penurunan minat dalam mengisi sector pertanian.

Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), hanya sekitar 20% dari populasi generasi muda baik milenial maupun Gen Z yang menyatakan minat serius terhadap pertanian. Hal ini berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih terikat dengan kehidupan pedesaan dan aktivitas pertanian. Mereka lebih memilih untuk bekerja di sektor jasa maupun manufaktur.  Hal tersebut sebagaimana terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS).  Proporsi pemuda yang bekerja di sektor pertanian terus menurun dalam satu dekade terakhir.   Pada 2011, tercatat ada 29,18% pemuda yang bekerja di sektor ini. Angkanya merosot menjadi sebesar 19,18% pada 2021.

PENYEBAB :

urbanisasi yang terus meningkat telah menggeser fokus dari kehidupan pedesaan ke kota-kota besar yang menawarkan peluang karier yang lebih beragam, kemajuan teknologi dan digitalisasi telah menciptakan daya tarik baru di kalangan milenial dan Gen Z, membuat pertanian tradisional tampak ketinggalan zaman.

Selain itu, sumber lain menyoroti banyak fenomena yang menyempitkan peluang bertani kaum milenial dan Z, faktor-faktor seperti penurunan luas lahan, monopoli, menurunnya kebijakan profarmer dan kurangnya jaminan bagi petani juga turut berperan dalam menurunkan minat generasi muda terhadap profesi petani.

Menurut laporan dari CNBC Indonesia, sebanyak 36,3% responden beralasan tidak adanya pengembangan karier sebagai alasan utama. Selain itu, kendala-kendala seperti membutuhkan modal yang besar, risiko kegagalan usaha, dan kurangnya jaminan kehidupan juga menjadi faktor utama. Mereka juga berkutat pada adanya anggapan bahwa pekerjaan sebagai petani kurang bergengsi juga turut memengaruhi minat generasi muda terjun ke dalam bidang pertanian. 

EKSTERNALITAS NEGATIF :

Indonesia tercatat secara konsisten mengimpor berbagai sektor pangan, termasuk beras, gula, daging sapi, buah, sayuran, gandum, kedelai, dan jagung. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor beras sebesar 301 ribu ton pada periode Januari-Oktober 2022.

selain itu, minimnya kegiatan produksi di bidang pertanian memicu kenaikan harga-harga kebutuhan primer, grafik dibawah mencatat kenaikan beras dari bulan keulan di tahun 2023:

BELAJAR DARI CARA JEPANG :

Jepang telah mengambil langkah adaptif untuk menjaga minat tani kaum mudanya, meski dihadapkan dengan berbagai godaan industrialisasi tekknologi dan lahan tani yang kian sempit, atau hanya 20 % dari total luas negaranya, jepang mampu mempertahankan industry agraria serta minat  generasi mudanya untuk bekerja di sektor pertanian. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain adalah:

1. Penggunaan Teknologi  : Jepang telah menerapkan teknologi canggih dalam sektor pertanian, seperti pertanian vertikal dan otomatisasi, yang menarik minat generasi muda yang cenderung terbiasa dengan teknologi.

2. Pendidikan dan Pelatihan : Transformasi pendidikan vokasi pertanian serta program-program pelatihan dan pendampingan wirausaha muda pertanian telah dibuat untuk menarik minat generasi muda.

3. Fasilitas dan Dukungan Pemerintah : Pemerintah Jepang juga memberikan berbagai insentif, fasilitas, dan dukungan keuangan bagi para petani muda, termasuk program-program regenerasi petani.

Pewarta : Febrian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *